This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 28 April 2014



http://1.bp.blogspot.com/_nM9mpUvs0-Y/S4KmbKYwUDI/AAAAAAAAANY/JuQQj3KerA8/s400/S.Utsman+betawi.jpg

dipostkan  kembali  oleh
 hanis  juli
'KITAB MELAYU BETAWI TERTIB MEMPERINGATI NABI MUHAMMAD S.A.W'
Bunga ros yang terdapat pada tajuk kitab. Saiyid 'Utsman Betawi menyifatkan bahwa betapa indahnya sifat Baginda Nabi Muhammad S.A.W sehingga digambarkan seperti harumnya bunga ros.

Dilanjutkan dengan keterangan yang di bawah judul dalam lingkaran bunga, katanya: "Yang ada di dalam bunga ini tertulis, itulah namanya kitab ini. Ertinya bunga yang baru mekar bermusim-musim mehikayatkan perihal ayahandanya Qasim. Iaitulah junjungan kita Nabi Muhammad SAW ..."

Dalam kitab ini, Saiyid 'Utsman Betawi menggunakan istilah "maulud" bukan "maulid". Istilah "maulud" memang digunakan sejak dulu hingga bertukar secara perlahan-lahan pada 1970-an. Kini, di beberapa tempat lebih banyak digunakan istilah "maulid". Untuk menyesuaikan dengan istilah yang digunakan oleh pengarang kitab yang dibicarakan di sini, saya gunakan juga istilah "maulud". Sebelum memasuki perbicaraan maulud, Saiyid 'Utsman Betawi terlebih dulu membicarakan adab itu, yang beliau bahagikan pada "Empat Faedah". Kata beliau: "Faedah yang pertama wajib atas kita sekalian Islam mengetahui bahawasanya junjungan kita Nabi Muhammad SAW hamba Allah yang amat mulia, lebih daripada sekalian makhluk. Lagi bahawa ia pesuruh Allah Taala pada sekalian manusia dan jin. Maka wajiblah mengetahui akan hal ehwalnya yang disebut di dalam kitab ini, yang sesetengahnya itu wajib diketahuikannya, dan sesetengahnya itu sunat. Sebahagi[an] lagi wajib atas kita menghormatkan junjungan kita Nabi Muhammad SAW dengan sehabis-habis hormatnya..." Saiyid 'Utsman Betawi mengulas pada bahagian ini dengan agak panjang, menurut beliau bahawa jika mengadakan "Maulud Nabi SAW" janganlah ada di tempat itu jenis "berhala yang dibenci oleh junjungan kita dan oleh malaikat." Masih dalam "Faedah yang pertama", Saiyid 'Utsman Betawi berpendapat: "Dan lagi, tiada pantas pula dibaca itu di atas meja kerusi, sebab itu bukannya asal aturan Islam. Dan janganlah ada di tempat membaca itu campuran lelaki sama perempuan. Sebab, itu pertegahan syarak. Melainkan ada dinding antara mereka itu dengan aman daripada fitnah." Saiyid 'Utsman Betawi menegaskan lagi: "Dan jangan sekali-kali ada di tempat membaca itu suatu permainan haram. Sebab, itu derhaka besar, melanggar pertegahan Rasulullah SAW di hadapan sebutan nama Allah dan nama rasul-Nya. Maka itu tiada patut sekali-kali di dalam aturan syarak, maka tiada yang membuat begitu rupa, melainkan jika ia jahil akan kadar Rasulullah SAW. Atau tiada mengindahkan kewajipan hormat padanya. Maka adalah itu dekat kepada kelakuan orang yang murtad ..." Pada "Faedah yang kedua", Saiyid 'Utsman Betawi menyebut beberapa kitab yang beliau rujuk, antaranya Maulud al-Barzanji, Syaraf al-Anam dan syarahnya. Selanjutnya mengenai "Faedah yang ketiga", Saiyid 'Utsman Betawi menulis: "Dibaca di waktu ini Maulud-Mi'raj kapan sahaya, maka dapatlah pahalanya, tiada kurang, insya-Allah asal betul saja segala aturannya. Dan lebih afdal dibaca pada malam 27 bulan Rejab dan pada malam atau pada hari 12, bulan Rabi'ul Awwal adanya." Terakhir, "Faedah yang keempat", Saiyid 'Utsman Betawi menggalakkan bacaan selawat, kata beliau: "Jika yang membaca sampai bacaannya kepada suatu fasal, maka dibaca olehnya berserta sekalian yang hadir akan selawat yang ada antara fasal itu berserta doanya". Selawat dan doa lafaz Arab dan terjemahnya dalam bahasa Melayu beliau sebut pada "Faedah yang keempat" ini. Saiyid 'Utsman Betawi memulakan riwayat Maulud Nabi SAW diawali dengan Jibril mengambil sekepal tanah dari tempat yang nantinya menjadi kubur Nabi Muhammad SAW di Madinah. Kalimat selengkapnya: "Bermula waktu masa yang telah ditakdirkan oleh Allah akan kejadian Nabi Muhammad SAW, maka berperintah oleh-Nya akan Jibrail mengambil segempal tanah daripada tanah yang bercahaya, daripada bahagian tempat kubur Rasulullah SAW di negeri yang mulia, iaitu negeri Madinah al-Munawwarah. Maka, lalu turun Jibrail diiringi oleh segala malaikat al-Firdaus dan malaikat ar-Rafi' al-A'la. Maka diambil oleh Jibrail akan yang demikian itu. Maka digulingkannya di syurga dan dicelupkannya di sungai syurga yang bernama Tasnim. Maka bertambah bersinar-sinar cahayanya, lebih dari segala kamalan (maksudnya: keadaan kesempurnaan, pen:) syurga. Dan digulingkannya pula di 'Arasy, dan Kursi, dan segala langit dan bumi dan laut. Hingga diketahui oleh segala mereka itu akan kejadian Nabi Muhammad SAW sebelum diketahui oleh mereka itu akan kejadian Nabi Adam..."

Minggu, 27 April 2014

Persyaratan Administrasi Kecelakaan Kerja Bagi Imum Mukim

PERSYARATAN ADMINISTRASI KECELAKAAN KERJA

 

Persyaratan Administrasi Kecelakaan Kerja bagi Imum Mukim, Keuchiek dan Sekretaris gampong Non PNS sebagai berikut :

a.    Surat Pengantar berkas dari Camat;

b.   Surat Keterangan dari Camat yang menyatakan kecelakaan dalam menjalankan tugas kedinasan

c.    Foto Copy Surat Keputusan pengangkatan yang dilegalisir oleh bagian Pemerintahan Mukim dan Gampong;

d.   Surat Keterangan dari Kepolisian tentang Kronologis Kecelakaan;

e.    Kwitansi berobat dengan salinan resep; dan

f.     Surat keterangan dari Dokter Pemerintah tentang klasifikasi cedera berat, cedera sedang dan ringan.

 

Persyaratan Administrasi Kematian bagi Imum Mukim, Keuchiek dan Sekretaris gampong Non PNS sebagai berikut :

a.    Surat Pengantar berkas dari Camat;

b.   Foto Copy Surat Keputusan pengangkatan yang dilegalisir oleh bagian Pemerintahan Mukim dan Gampong;

c.    Surat Keterangan Kematian yang dikeluarkan oleh Keuchiek atau pejabat lain yang ditunjuk dengan mengetahui Camat;

d.   Surat Keterangan Ahli waris yang dikeluarkan oleh Keuchiek atau Pejabat lain yang ditunjuk dengan mengetahui Camat;

e.    Foto Copy Kartu Keluarga yang dilegalisir oleh Camat; dan

f.     Foto Copy Surat Nikah.

 

Posted By hanis juli

Nasehat Ulama Aceh Abu Tumin Blang Bladeh

 
Tidak ada ilmu yang lebih indah selain ilmu iman.



Abu Tumin Blang Bladeh. Itu adalah nasehat Abu Tumin Blang Bladeh yang beliau sampaikan kepada kami saat hendak beranjak pulang setelah lebih dari setengah jam bersilaturrahmi ke kediamannya di Gampong Kuala Jeumpa, Blang Bladeh, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen, Aceh. Nasehat yang akan selalu bersemi di hati kami. Hari itu kami juga banyak mendapat nasehat lainnya dari Abu Tumin. Seorang ulama salafi kharismatik di Aceh. Murid dari alm. Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidiy. Nasehat dan pandangannya begitu menyentuh kami. Tapi beliau tetap saja merendah. Di usianya yang telah lebih dari 80 tahun, beliau nampak sehat dan segar. Pendengarannya masih sangat jelas. Penglihatannya tajam dan pemikirannya pun cukup jernih. Abu Tumin menyambut sendiri kedatangan kami siang menjelang shalat Dhuhur hari itu. Tentang tidak ada ilmu yang lebih indah selain ilmu iman, beliau menjelaskan bahwa tidak ada ilmu yang dapat mengatur hidup dan kehidupan manusia selain ilmu iman. “Dan, sebaik-baik ilmu yang dimiliki atas seseorang adalah ilmu yang diperoleh saat di masa didik,” ujarnya. Abu Tumin menjelaskan, ilmu itu awal dari terbentuknya ideologi. Menjadi landasan seseorang saat akan terjun ke masyarakat. “Semua itu bermula dari ilmu.” Karena ilmu iman itu pula, dahulu masyarakat Aceh mencapai puncak kejayaannya. Ilmu yang mempersatukan umara dan ulama. Ilmu yang sesuai dengan doa umat muslim sebagaimana tersebut di dalam Alquran, "Rabbana atina fid-dunya hasanatan wa fil 'akhirati hasanatan waqina 'adhaban-nar." Doa yang mempunyai makna bahwa Islam datang untuk mengatur kehidupan manusia dengan Allah SWT dan kehidupan manusia dengan sesama manusia. Menurut Abu Tumin, landasan-landasan itu yang dahulu membentuk kerjasama yang erat antara sultan (umara) dengan ulama, hingga kemudian kita mengenal, “Adat bak Poe Teumeruhom, hukom bak Syiah Kuala.” Poe Teumeuruhom atau nama lain dari Sultan Iskandar Muda yang melambangkan sosok umara atau negarawan dan Syiah Kuala sebagai seorang ulama besar kala itu. Abu Tumin sendiri, dalam bahasa beliau, termasuk sosok ulama yang dalam pergaulannya senantiasa berinteraksi dengan tubuh pemerintah dan keamanan. Tapi beliau sendiri bukanlah orang pemerintah. Hal itu sudah dilakukannya semenjak masih usia muda. Tentang perkembangan Aceh masa kini, Abu Tumin juga punya pandangannya tersendiri. Menurut beliau, saat ini Aceh belum memiliki seorang panglima yang dapat menyatukan seluruh komponen masyarakat Aceh. Begitupun dengan panglima yang dapat memupuk kembali kesadaran umara atau negarawan dan ulama sebagaimana dipraktikkan pada masa Sultan Iskandar Muda dahulu. “Ketika umara atau negarawan dan ulama berjalan sendiri-sendiri, maka dengan sendirinya masyarakat juga akan terpecah dan terbagi ke dalam dua kelompok,” tutur Abu Tumin. “Tapi ketika umara dan ulama sudah memiliki kesadaran untuk bersatu dalam kebaikan, maka ketika muncul suatu keputusan, maka itulah keputusan umara dan ulama. Dengan sendirinya masyarakat juga tidak akan terpecah belah lagi.” Dalam pandangannya, Abu Tumin menilai, ulama masih cukup mendapat tempat di hati masyarakat Aceh. Tapi, karena belum adanya panglima seperti maksud di atas, masyarakat Aceh kini seperti orang yang tidak tau cara menjaga malakat dan tuah yang dimilikinya. “Malakat kana lam jaroe, tuah kana bak droe, tapi lagei-lagei hana ta teu’oh peutimang,” tutur Abu Tumin dalam bahasa Aceh. “Perdamaian dengan segala hal yang melekat di dalamnya, seperti MoU Helsinki dan UUPA adalah salah satu malakat dan tuah yang dimiliki Aceh saat ini.” Bagaimana cara menjaga malakat dan tuah yang telah dimiliki adalah jalan menuju Aceh yang lebih baik. Apalagi watak masyarakat Aceh dari dahulu sampai sekarang adalah sama. “Watak masyarakat Aceh sebenarnya dari dahulu tidak pernah berubah. Yang berubah adalah perangainya disebabkan pengaruh budaya global,” tutur Abu Tumin. Beliau pun kemudian merincikan tiga watak masyarakat Aceh, yaitu: (1) Geumaseh dalam artian hana meuthen memberi sesuatu kepada orang lain; (2) Setia dan; (3) Berani. Sebagai ulama salafi kharismatik Aceh yang terlahir sejak masa penjajahan, Abu Tumin menilai, ketiga watak itu sebenarnya menjadi landasan bagi kemajuan Aceh. “Tapi Aceh yang tidak dipecah-pecah ke dalam bagian-bagian kecil, hingga identitasnya hilang,” lanjut beliau. Abu Tumin termasuk salah satu ulama yang tidak ingin identitas Aceh hilang. Terlebih indatu Aceh dahulu telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam. Apalagi pada masa Turki Usmany, Aceh Darussalam pernah mencatatkan namanya dalam daftar lima besar kerajaan-kerajaan Islam di dunia. Abu Tumin pun tau benar tentang identitas Aceh ini dan berusaha untuk terus menghidupkannya. Beliau, bersama-sama almarhum Abu Tanoh Mirah yang juga murid Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidiy aktif memprakarsai dan menghidupkan majelis taklim antar kabupaten di seantero tanah Aceh. Saat itu dan hingga kini pun, beliau aktif mengajar di majelis taklim dihampir seluruh kabupaten di Aceh. Dari pesisir Timur hingga Barat Aceh. Menjaga dan memperkuat silaturrahmi dengan seluruh komponen masyarakat Aceh. Abu Tumin yang memiliki nama lengkap Tgk. H. Muhammad Amin pertama kali belajar agama dari orangtuanya di Blang Bladeh. Seperti anak-anak lainnya, beliau juga belajar mengaji dari satu teungku kepada teungku lainnya di Aceh hingga kemudian hijrah ke Labuhan Haji untuk belajar pada Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidiy. Murid-murid Abuya Syeikh Muda Wali Al-Khalidiy sendiri kemudian banyak dikenal sebagai ulama kharismatik di Aceh, seperti: almarhum Abu Tanoh Mirah, almarhum Abu Aziz (Abon Samalanga), Syeikh Abu Lam Ateuk (Abu Mamplam Golek) dan almarhum Abu Ibrahim Woyla. Sepulang dari Labuhan Haji, Abu Tumin kemudian meneruskan kepemimpinan Dayah yang ditinggalkan oleh orangtuanya, Tu Muda. Dayah yang kini memiliki nama lengkap Al-Madinatuddiniyah Babussalam, Blang Bladeh, Bireuen, Aceh. Meski berstatus Dayah Salafiah, tapi, ijazah tingkat akhir yang dikeluarkan Al-Madinatuddiniyah Babussalam telah disetarakan setingkat dengan Aliyah (SMA) berdasarkan surat keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bireuen. “Kami mendorong para santri untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” ungkap beliau. “Tapi dengan tetap tidak melupakan ilmu iman yang diperolehnya di masa didik, karena itu adalah seindah-indahnya ilmu. Landasan terbentuknya ideologi dan menjadi bekal untuk terjun ke masyarakat.” Al-Madinatuddiniyah Babussalam adalah dayah salafiah pertama di Aceh yang mendorong para santrinya untuk juga menuntut ilmu di sekolah formal. “Kala itu beberapa dayah salafiah lainnya masih terkesan tertutup dan agak sukar memberikan izin kepada santri untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah formal.” Kini, saat bulan Ramadhan (puasa) tiba, ketika belajar mengajar diliburkan, banyak santri dan masyarakat umum yang kemudian melakukan khalut di sana. Mensucikan diri agar lebih dekat dengan Sang Pencipta; Allah SWT.

kumpulan kaligrafi arab by hanis juli















Jumat, 25 April 2014

FOTO KEGIATAN PEMBEKALAN APARATUR KECAMATAN





FOTO KEGIATAN PEMBEKALAN APARATUR KECAMATAN

Kegiatan yang dilaksanakan oleh Bagian Pemerintahan Mukim dan Gampong Setdakab Bireuen ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kinerja Aparatur Kecamatan di Kabupaten Bireuen dalam melaksanakan tugas nya sebagai abdi Negara dan Masyarakat.
Acara ini di buka langsung oleh Bapak Wakil Bupati Bireuen (MUHKTAR) .